Potensi Air Melimpah Tak Menjamin Indonesia Bebas Krisis Air
Ir. Budi Yuwono, mantan Direktur Jendral Cipta Karya Kementrian Pekerjaan Umum, dalam Indonesia Water Investment Roadmap 2011-2014 menyebutkan bahwa hanya 47,71% dari total populasi Indonesia yang mendapatkan akses sumber air bersih [1]. Padahal, berdasarkan Buku Tahunan Sumber Daya Air Kementerian Pekerjaan Umum tahun 2010–2011, cadangan air Indonesia terbesar ke-5 dunia yaitu sebesar 3.221 milyar meter kubik per tahun, dan baru 175,1 milyar meter kubik per tahun atau 25,33% dari kapasitas mantapnya yang sudah dimanfaatkan [2]. Data tersebut mencerminkan bahwa sebenarnya krisis air yang sedang dialami oleh masyarakat Indonesia bukan karena kekurangan air, melainkan karena kualitas air yang rendah, dan tata kelola air yang buruk.
|
Konsumsi dan Ketersediaan Air
- Jumlah Penduduk Meningkat, Kebutuhan Air Meningkat
Hasil proyeksi yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa jumlah penduduk Indonesia diprediksi akan terus meningkat yaitu dari 238,5 juta jiwa pada tahun 2010 menjadi 305,6 juta jiwa pada tahun 2035 [3]. Walaupun demikian, pertumbuhan rata-rata per tahun penduduk Indonesia selama periode 2010-2035 menunjukkan kecenderungan terus menurun. Dalam rentang 2010 – 2015, penduduk Indonesia bertambah dengan kecepatan 1,42% per tahun, kemudian antara periode 2015–2020, 2020–2025, 2025–2030, dan 2030–2035 berturut-turut turun menjadi 1,22%, 1,015%, 0,813%, dan 0,62% per tahun .
Meningkatnya pertumbuhan penduduk tentu saja akan berdampak pada meningkatnya kebutuhan air bersih. Mengacu pada SNI 2002, kebutuhan air rumah tangga dibedakan menjadi kebutuhan air rumah tangga di daerah perkotaan dan di daerah pedesaan. Untuk penduduk perkotaan diperlukan 120 L/hari/kapita, sedangkan penduduk pedesaan memerlukan 60 L/hari/kapita [4]. Dari data statistik BPS [5], pada tahun 2010 jumlah penduduk pedesaan dan perkotaan masing-masing sebesar 119 juta jiwa dan 118 juta jiwa maka diperkirakan pada tahun 2010 kebutuhan air bersih untuk rumah tangga mencapai 7,8 miliar meter kubik. Namun, jumlah air baku yang sudah dimanfaatkan untuk kebutuhan rumah tangga pada tahun tersebut berdasarkan laporan Direktorat Jenderal Sumber Daya Air (Ditjen SDA) hanya sebesar 6,4 miliar meter kubik, masih di bawah standar kecukupan minimalnya [2]. Kebutuhan air rumah tangga tersebut diprediksi akan terus meningkat hingga 11,15 miliar meter kubik pada tahun 2035 mendatang.
Selain untuk kebutuhan rumah tangga, ketersediaan air juga diperlukan untuk kebutuhan industri dan irigasi. Berdasarkan laporan Ditjen SDA (2010), air baku yang sudah dimanfaatkan untuk rumah tangga dan perkotaan tersebut hanya 3,7% dari jumlah total air yang sudah dimanfaatkan, selebihnya digunakan untuk kegiatan industri dan irigasi berturut-turut sebesar 15,8% dan 80,5% [2]. Bahkan mereka memprediksi bahwa kebutuhan air baku untuk industri akan naik lima kali lipat dari 55.762 juta meter kubik per tahun pada tahun 2015 menjadi 276.125 juta meter kubik per tahun pada tahun 2030 mendatang [6]. Bayangkan, apabila ketersediaan air bersih tidak ditingkatkan dan tata kelola air kita masih buruk maka ketimpangan neraca air di Indonesia akan semakin parah.
- Pulau Jawa Masih Menjadi Primadona
Laju pertumbuhan penduduk di pulau Jawa paling rendah dibandingkan dengan pulau-pulau lainnya. Meskipun demikian, pulau yang luasnya kurang dari 7% dari luas total wilayah daratan Indonesia ini masih menjadi primadona. Pasalnya, hasil proyeksi menunjukkan bahwa pulau Jawa masih menampung lebih dari 50% jumlah penduduk Indonesia hingga tahun 2035. Kepadatan populasi di Pulau Jawa melebihi 1000 orang per kilometer persegi. Tentu saja lebih padat apabila dibandingkan dengan pulau-pulau besar Indonesia lainnya yang hanya memiliki kepadatan populasi antara sekitar 25-500 orang per kilometer persegi. Bahkan, Pulau Kalimantan yang begitu luas hanya memiliki kepadatan populasi rata-rata kurang dari 25 orang per kilometer persegi [7].
Tabel 1. Ketersediaan Air Per Kapita, Tahun 2010 - 2035 (dalam meter kubik per kapita per tahun). Diolah dari data Ditjen Sumber Daya AIr dan Kementrian Pekerjaan Umum [2] BPS [3] .
Pertambahan jumlah penduduk yang tidak merata tentu saja berdampak pada ketimpangan neraca air di berbagai pulau di Indonesia, seperti pulau Jawa yang luasnya kurang dari 7% daratan Indonesia dan menampung lebih dari 50% jumlah penduduk Indonesia hanya tersedia sekitar 5,8% potensi untuk air tawar nasional. Ketersediaan air di Pulau Jawa hanya 1.365 meter kubik per kapita per tahun pada tahun 2010 dan akan terus menurun hingga 1.118 meter kubik per kapita per tahun pada tahun 2035. Padahal standar kecukupan minimal adalah 2.000 meter kubik per kapita per tahun.
Isu Strategis dan Permasalahan Sumber Daya Air
"Krisis air yang terjadi hari ini bukan masalah sedikitnya jumlah air yang kita miliki untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, melainkan buruknya kondisi lingkungan, kurangnya akses terhadap air bersih, dan tata kelola air yang tidak tepat."
Potensi air yang dimiliki oleh Indonesia sangat melimpah, tapi selalu mengalami defisit air bersih karena setiap musim hujan selalu kebanjiran di mana-mana dan setiap musim kemarau selalu kekeringan di mana-mana. Akibatnya, banyak laporan dari berbagai media bahwa tidak sedikit warga yang notabene dari keluarga miskin terpaksa menggunakan air yang tidak layak untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari mereka karena tidak mampu membeli air bersih, padahal aksi nekat tersebut berpotensi menjangkitkan beberapa penyakit yang berhubungan dengan air seperti diare, disentri, thypus dan paratyphus, kolera, hepatitis A, dan poliomelistis anterior akut. Secara global lebih dari 3,4 juta jiwa yang meninggal karena penyakit tersebut setiap tahunnya [8].
Potensi air yang dimiliki oleh Indonesia sangat melimpah, tapi selalu mengalami defisit air bersih karena setiap musim hujan selalu kebanjiran di mana-mana dan setiap musim kemarau selalu kekeringan di mana-mana. Akibatnya, banyak laporan dari berbagai media bahwa tidak sedikit warga yang notabene dari keluarga miskin terpaksa menggunakan air yang tidak layak untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari mereka karena tidak mampu membeli air bersih, padahal aksi nekat tersebut berpotensi menjangkitkan beberapa penyakit yang berhubungan dengan air seperti diare, disentri, thypus dan paratyphus, kolera, hepatitis A, dan poliomelistis anterior akut. Secara global lebih dari 3,4 juta jiwa yang meninggal karena penyakit tersebut setiap tahunnya [8].
Keterbatasan akses terhadap air minum yang aman rupanya membuat banyak anak Indonesia terkena diare karena meminum air yang kualitasnya tidak memenuhi syarat. Berdasarkan data dari Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007 melaporkan bahwa 31% kematian anak antara usia 29 hari - 11 bulan dan 25% kematian anak antara usia tua 1-4 tahun disebabkan oleh diare. Diare juga dilaporkan memiliki persentasi penyebab kematian tertinggi untuk kelompok umur 5 - 14 tahun di kawasan pedesaan. Prevalensi diare 13% lebih tinggi di kawasan perdesaan dibandingkan perkotaan, dan cenderung lebih tinggi pada kelompok pendidikan dan tingkat pengeluaran rumah tangga per kapita rendah [9].
Ada tiga isu strategis dan permasalahan sumber daya air yang menjadi penyebab terjadinya krisis air di Indonesia, yaitu Isu dan permasalahan seputar konservasi air, pendayagunaan air, dan pengendalian daya rusak air dikutip dari Buku Tahunan Sumber Daya Air Kementerian Pekerjaan Umum tahun 2010 – 2011 [2], diantaranya:
Ada tiga isu strategis dan permasalahan sumber daya air yang menjadi penyebab terjadinya krisis air di Indonesia, yaitu Isu dan permasalahan seputar konservasi air, pendayagunaan air, dan pengendalian daya rusak air dikutip dari Buku Tahunan Sumber Daya Air Kementerian Pekerjaan Umum tahun 2010 – 2011 [2], diantaranya:
- Isu dan permasalahan seputar konservasi air
|
- Isu dan permasalahan dalam pendayagunaan sumber daya air
|
- Isu dan permasalahan dalam pengendalian daya rusak air
|
Wajar saja jika banyak masyarakat Indonesia yang tidak mendapatkan akses sumber air bersih, karena air di mana-mana menjadi kotor, terutama air dari sungai. Semakin banyak sungai-sungai yang tercemar akibat buangan limbah. Berdasarkan data dari Kementrian Kesehatan, 75% sungai di Indonesia tercemar dan dan 60% penyebabnya adalah limbah domestik [13]. Padahal, sungai adalah akses air yang paling mudah dijangkau oleh warga. Jika air sungai tercemar maka warga akan mengalami krisis air. Jangankan untuk minum, untuk keperluan mandi saja tidak ada, terkecuali jika nekat nyemplung di sungai yang kotor.
Laporan pencapaian MDG Indonesia
Penyediaan akses terhadap air minum dan fasilitas sanitasi yang layak untuk seluruh warga Indonesia merupakan salah satu dari 8 tujuan pembangunan millenium atau Millennium Development Goals (MDG) [10] yang dirumuskan pada saat Deklarasi Milenium tahun 2000 di New York, yaitu tujuan 7 untuk memastikan kelestarian lingkungan. Salah satu langkah awal dari target poin ke-7 MDG ini adalah untuk menurunkan hingga setengahnya proporsi rumah tangga tanpa akses berkelanjutan terhadap sumber air minum layak dan fasilitas sanitasi dasar layak hingga tahun 2015.
Berdasarkan laporan pencapaian MDG di Indonesia 2011 [11] tercatat bahwa:
- Proporsi rumah tangga dengan akses berkelanjutan terhadap sumber air minum layak, perkotaan dan perdesaan meningkat dari 37,73% pada tahun1993 menjadi 42,76% pada tahun 2011 (target MDG 68,87%);
- Proporsi rumah tangga dengan akses berkelanjutan terhadap
fasilitas sanitasi dasar layak, perkotaan dan perdesaan meningkat dari
24,81% pada tahun 1993 menjadi 55,60% pada tahun 2011 (target MDG 62,41%).
Tabel 2. Laporan pencapaian MDG untuk target 7C diambil dari Laporan Pencapaian Tujuan Milenium DI Indonesia 2011 [9]
Dari keseluruhan indikator yang ditunjukkan pada tabel 2 di atas hanya target 7.9a yang diprediksi akan tercapai pada tahun 2015 mendatang, selebihnya masih perlu perhatian khusus. Untuk menempuh keberhasilan dalam mencapai target 7 diperlukan kerja keras dan kerja cerdas dari pemerintah dan seluruh elemen masyarakat, karena hanya tersisa kurang dari setahun lagi. Selama kesadaran masyarakat akan pentingnya mengelola air masih rendah, akan sulit untuk mencapai target tersebut.
"Peduli Sekarang atau Merugi Nanti"
Slogan di atas bukan hanya untuk memperingati Hari Air Sedunia saja, melainkan memperingati diri kita agar tidak boros air dan mengeksploitasi alam secara berlebihan. Yuk, mari kita mulai menghemat air dan melestarikan alam serta membantu pemerintah dalam menyediakan akses air bersih dan fasilitas sanitasi yang layak bagi para keluarga yang masih kesulitan mendapatkan air bersih dan fasilitas sanitasi yang layak melalui kegiatan-kegiatan aksi peduli air, agar seluruh rakyat Indonesia tahun 2015 mendatang bisa menikmati air minum yang layak dan mampu melampaui target dari tujuan milenium global Indonesia.
Penghematan air bisa kita lakukan mulai dari rumah kita dan sekitarnya, seperti:
Penghematan air bisa kita lakukan mulai dari rumah kita dan sekitarnya, seperti:
|
|
|
|
- Penghematan air di Pekarangan/halaman rumah
|
Saya setuju dengan slogan John F. Kennedy. Kalau bukan kita, siapa lagi? Kalau bukan sekarang, kapan lagi? Ayo segera lakukan penghematan air dan pelestarian lingkungan mulai dari sekarang!
referensi
- Ministry of Public Works. Indonesia Water Investment Roadmap 2011-2014. Wira Study Team. Jakarta [link]. (diakses 19 Agustus 2014)
- Direktorat Jenderal Sumber Daya Air Kementerian Pekerjaan Umum. Buku Kegiatan Tahunan SDA 2010 – 2011. Jakarta. [link]. (diakses 19 Agustus 2014)
- Badan Pusat Statistik. Proyeksi Penduduk menurut Provinsi, 2010-2035 [link]. (diakses 19 Agustus 2014)
- Anonim (2002), SNI 19-6728.1-2002 Tentang Penyusunan neraca sumber daya –Bagian 1: Sumber daya air spasial, Badan Standarisasi Nasional. [link] . (diakses 19 Agustus 2014)
- Badan Pusat Statistik. Persentase Penduduk Daerah Perkotaan menurut Provinsi, 2010-2035 [link]. (diakses 19 Agustus 2014)
- Datin SDA . 2013. Kebutuhan Air Baku Nasional Akan Meningkat Lima Kali Lipat dalam Lima Belas Tahun Ke Depan. Direktorat Jenderal Sumber Daya Air Kementerian Pekerjaan Umum. [link] (diakses 19 Agustus 2014 )
- Case et al. 2007. Climate Change in Indonesia Implications for Humans and Nature. WWF. [link] (diakses 19 Agustus 2014)
- Berman, Jessica. 2009. WHO: Waterborne Disease is World's Leading Killer . [link] (diakses 19 Agustus 2014.)
- Rikerdas. Riset Kesehatan Dasar 2007. [link]. (diakses 19 Agustus 2014)
- UNDP. "Millennium Development Goals (MDGs)" [link] (diakses 19 Agustus 2014)
- Bappenas. "Laporan Pencapaian Tujuan Milenium DI Indonesia 2011" [link] (diakses 19 Agustus 2014)
- U.S. Environmental Protection Agency. (February 2002). [link]. (diakes 19 Agustus 2014)
- Maskur, Fatkhul . 2014. Gawat! 75% Sungai Besar Sudah Tercemar Berat. [link] (diakses 19 Agustus 2014.)